Banyak orang yang mengatakan “biarlah waktu yang jawab
semua”.
Aku suka kalimat itu. karna memang hanya waktu yang akan
bisa menjawab bagaimana perasaan seseorang, bagaimana kelanjutan hubungan
diantara 2 orang, siapa yang benar siapa yang salah, dan masih banyak lagi.
Memang kita tidak bisa mengendalikan waktu, kita hanya bisa
berpacu didalamnya. Berbuat sebaik mungkin agar tidak menyesal diwaktu
kemudian. Ini hanya sepenggal kisahku,kisah berpacu dalam waktu untuk meminta
hati seseorang yang beku.
Aku pernah begitu menyayangi seseorang, terlalu sayangnya
hingga aku melupakan diriku sendiri. Seolah hanya dia, dia sumber
kebahagiaanku. Aku menjaganya,menyayanginya, memberikan apa saja yang terbaik
untuknya,selalu memaafkan semua kesalahannya,tak pernah membiarkan ia terluka.
Tulus .
Menyayangi dan terlelap dalam dunia ilusi bersamanya
membuatku buta akan segalanya. Aku lupa pada kenyataan yang ada-Ia bukan
siapa-siapa. Aku dan dia hampir bersama
setiap hari, saling berbagi kasih sayang, berbagi perhatian,berbagi kisah,
menciptakan begitu banyak kenangan, saling mengingatkan, saling terbuka tentang
apapun,hingga akhirnya tenggelam dalam rasa nyaman kebersamaan dan melupakan
siapa kami ini sebenarnya.
Waktu demi waktu bergulir dalam kebersamaan kami. Rasa nyaman
itu mulai terusik,seiring terlalu dalamnya rasa yang kami ciptakan-terlalu
melenceng dari garis pertemanan. Dan salah satu dari kami mempertanyakan
keadaan-aku.
Aku merasa terganggu akan semua pelencengan ini. Aku meminta
kejelasan yang akhirnya merusak semua keadaan yang ada, merusak waktu dari
waktu yang kami jalani bersama, merusak semua keadaan. Hingga kami terpental
mundur jauh dari garis pertemanan.
Ku akui keegoisanku yang merusak segalanya. Tapi salahkah
aku mempertanyakan? Salahkah aku ingin mengabadikan berbulan-bulan kebersamaan
itu? kata-kata “biar waktu yang menjawab semua.Jalani semuanya,biarkan tetap
seperti ini.” itu bukan jawaban,
melainkan ketakutan menurutku. Harus berapa lama lagi aku menunggu waktu untuk
menjawab? Yang menjalani itu aku. Bukan waktu.
Entah aku harus bersyukur atau menyesal atas keegoisanku
ini. Menyesal,awalnya. Aku sangat merasa bersalah membuat semua kenangan manis yang
kita lalui berakhir dalam pertengkaran,berakhir dalam kebencian. Terus terang,
atas tawaku didepanmu hatiku menangis. Perlu beberapa air mata agar bisa
membalas semua bbm singkatmu. Perlu kekuatan yang luar biasa agar bisa terlihat
baik-baik saja saat berhadapan denganmu. Aku terlalu munafik untuk mengakui rasa
sayangku padamu,terlalu kesal atas jawaban konyolmu. Aku tersiksa dalam
kemunafikan,sayang.
2 bulan setelahnya aku tersadar. Aku bangun dan menyesali
rasa penyesalanku yang pernah menangisimu. Aku merasa bodoh. Aku mati—matian
menangisimu,menyimpan memori yang tersisa bersamamu, mengingat semuanya kembali
agar aku tak kehilangan sosokmu. Tapi
kamu? Kamu mencari sosok penggantiku yang baru,tertawa bersamanya, melupakan
tentangku. Semudah itu.
Dan akhirnya waktu benar benar menjawab semuanya. menjawab
semua pertanyaanku tentangnya. Memberi akhir dari kisah ini. Tapi aku tak
pernah menyesal pernah begitu tulus menyayanginya, pernah mengukir banyak
kenangan manis bersamanya, pernah membiarkannya masuk dan mengisi hidupku,
pernah memberinya tempat khusus dihatiku. Dia mengajariku tentang ketulusan
dalam menyayangi tanpa meminta balasan, dan bagaimana ikhlas melepas orang yang
disayangi itu pergi.
Terima kasih atas segalanya sayang :*
“. . biarkan ini menjadi kenangan. Dua hati yang tak pernah
menyatu. . .” – Melepasmu, Drive.