Cari Blog Ini

Senin, 30 September 2013

Tiga bulan setelah perpisahan kita


Banyak orang yang mengatakan “biarlah waktu yang jawab semua”.
Aku suka kalimat itu. karna memang hanya waktu yang akan bisa menjawab bagaimana perasaan seseorang, bagaimana kelanjutan hubungan diantara 2 orang, siapa yang benar siapa yang salah, dan masih banyak lagi.
Memang kita tidak bisa mengendalikan waktu, kita hanya bisa berpacu didalamnya. Berbuat sebaik mungkin agar tidak menyesal diwaktu kemudian. Ini hanya sepenggal kisahku,kisah berpacu dalam waktu untuk meminta hati seseorang yang beku.
Aku pernah begitu menyayangi seseorang, terlalu sayangnya hingga aku melupakan diriku sendiri. Seolah hanya dia, dia sumber kebahagiaanku. Aku menjaganya,menyayanginya, memberikan apa saja yang terbaik untuknya,selalu memaafkan semua kesalahannya,tak pernah membiarkan ia terluka. Tulus .
Menyayangi dan terlelap dalam dunia ilusi bersamanya membuatku buta akan segalanya. Aku lupa pada kenyataan yang ada-Ia bukan siapa-siapa. Aku dan dia  hampir bersama setiap hari, saling berbagi kasih sayang, berbagi perhatian,berbagi kisah, menciptakan begitu banyak kenangan, saling mengingatkan, saling terbuka tentang apapun,hingga akhirnya tenggelam dalam rasa nyaman kebersamaan dan melupakan siapa kami ini sebenarnya.
Waktu demi waktu bergulir dalam kebersamaan kami. Rasa nyaman itu mulai terusik,seiring terlalu dalamnya rasa yang kami ciptakan-terlalu melenceng dari garis pertemanan. Dan salah satu dari kami mempertanyakan keadaan-aku.
Aku merasa terganggu akan semua pelencengan ini. Aku meminta kejelasan yang akhirnya merusak semua keadaan yang ada, merusak waktu dari waktu yang kami jalani bersama, merusak semua keadaan. Hingga kami terpental mundur jauh dari garis pertemanan.
Ku akui keegoisanku yang merusak segalanya. Tapi salahkah aku mempertanyakan? Salahkah aku ingin mengabadikan berbulan-bulan kebersamaan itu? kata-kata “biar waktu yang menjawab semua.Jalani semuanya,biarkan tetap seperti ini.”  itu bukan jawaban, melainkan ketakutan menurutku. Harus berapa lama lagi aku menunggu waktu untuk menjawab? Yang menjalani itu aku. Bukan waktu.
Entah aku harus bersyukur atau menyesal atas keegoisanku ini. Menyesal,awalnya. Aku sangat merasa bersalah membuat semua kenangan manis yang kita lalui berakhir dalam pertengkaran,berakhir dalam kebencian. Terus terang, atas tawaku didepanmu hatiku menangis. Perlu beberapa air mata agar bisa membalas semua bbm singkatmu. Perlu kekuatan yang luar biasa agar bisa terlihat baik-baik saja saat berhadapan denganmu.  Aku terlalu munafik untuk mengakui rasa sayangku padamu,terlalu kesal atas jawaban konyolmu. Aku tersiksa dalam kemunafikan,sayang.
2 bulan setelahnya aku tersadar. Aku bangun dan menyesali rasa penyesalanku yang pernah menangisimu. Aku merasa bodoh. Aku mati—matian menangisimu,menyimpan memori yang tersisa bersamamu, mengingat semuanya kembali agar aku tak kehilangan sosokmu.  Tapi kamu? Kamu mencari sosok penggantiku yang baru,tertawa bersamanya, melupakan tentangku. Semudah itu.
Dan akhirnya waktu benar benar menjawab semuanya. menjawab semua pertanyaanku tentangnya. Memberi akhir dari kisah ini. Tapi aku tak pernah menyesal pernah begitu tulus menyayanginya, pernah mengukir banyak kenangan manis bersamanya, pernah membiarkannya masuk dan mengisi hidupku, pernah memberinya tempat khusus dihatiku. Dia mengajariku tentang ketulusan dalam menyayangi tanpa meminta balasan, dan bagaimana ikhlas melepas orang yang disayangi itu pergi.
Terima kasih atas segalanya sayang :* 

“. . biarkan ini menjadi kenangan. Dua hati yang tak pernah menyatu. . .” – Melepasmu, Drive.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar