Aku tak banyak mengenal seperti apa sosok ayah. Ayahku
seorang kontraktor. Selalu bepergian dan tak punya banyak waktu untukku. Kadang
aku merasa iri pada semua orang yang berekreasi dengan anggota keluarga
lengkap. Ayah , Ibu, saudara. Tapi aku? Dirumah aku hanya tinggal bertiga
dengan mama, dan abang. 2 saudariku yang lain menuntut pendidikan diluar kota.
Ayah ? juga keluar kota untuk mencari nafkah.
Walau begitu, ayah sosok yang bijaksana, sangat menyayangi
keluarganya, dan mengusahakan apapun
yang terbaik untuk keluarganya. Sosok
pekerja keras, tidak pantang menyerah dan pandai memanfaatkan peluang yang ada. Sosok yang super sibuk. Setidaknya itu yang kutahu setelah mengenal
ayahku selama 4 tahun.
Ayah meninggalkan kami semua pada tanggal 24 September 2000.
Saat itu usiaku masih 4 tahun. Malam sebelum ayah meninggal, kami bermain
bersama. Ayah jadi kuda dan aku menaiki ayah berkeliling rumah. Semuanya indah,
hingga pagi menjelang. Mama berteriak dari dalam wc sambil merengkul ayah
dipangkuannya. Abang langsung berlari menghampiri mama sambil menelpon dokter.
Aku hanya terdiam, terpaku, bingung, apa yang terjadi didepanku.
Selang 5 menit dari
kejadian itu dokter datang dan meminta kami sekeluarga berkumpul. Aku yang pada
waktu itu hanya seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa hanya bisa terdiam
dipelukan mama yang menangis sambil memegang tangan ayah. Tangan ayah dingin,
tubuhnya kaku. Tak berapa lama ayah berbisik sesuatu tak jelas, lalu mengambil
nafas panjang. Dokter menghampiri mama dan berkata “innalillahi wa inna ilaihi
ro jiun. Serangan jantungnya tak dapat
ditolong lagi. ikhlaskan, abang baru saja pergi.” Mendengar parkataan dokter mama
langsung melepaskanku lalu memeluk ayah. Abang menangis sambil merangkulku.
Aku? Aku hanya diam, bingung dengan apa yang terjadi. Dan sekarang aku
tersadar, itu 7 menit paling mengerikan dalam hidupku.
Aku tidak menyesali
kematian ayah,aku juga tidak marah karena kurang mendapat kasih sayang
dari ayah. Yang aku sesalkan dan tak bisa kumaafkan adalah kenapa pada hari itu
tak satu tetes pun air mataku mengalir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar