Cari Blog Ini

Sabtu, 13 Oktober 2012

Ayah


Aku tak banyak mengenal seperti apa sosok ayah. Ayahku seorang kontraktor. Selalu bepergian dan tak punya banyak waktu untukku. Kadang aku merasa iri pada semua orang yang berekreasi dengan anggota keluarga lengkap. Ayah , Ibu, saudara. Tapi aku? Dirumah aku hanya tinggal bertiga dengan mama, dan abang. 2 saudariku yang lain menuntut pendidikan diluar kota. Ayah ? juga keluar kota untuk mencari nafkah.
Walau begitu, ayah sosok yang bijaksana, sangat menyayangi keluarganya, dan mengusahakan  apapun yang  terbaik untuk keluarganya. Sosok pekerja keras, tidak pantang menyerah dan pandai memanfaatkan  peluang yang ada. Sosok yang super sibuk.  Setidaknya itu yang kutahu setelah mengenal ayahku selama 4 tahun.
Ayah meninggalkan kami semua pada tanggal 24 September 2000. Saat itu usiaku masih 4 tahun. Malam sebelum ayah meninggal, kami bermain bersama. Ayah jadi kuda dan aku menaiki ayah berkeliling rumah. Semuanya indah, hingga pagi menjelang. Mama berteriak dari dalam wc sambil merengkul ayah dipangkuannya. Abang langsung berlari menghampiri mama sambil menelpon dokter. Aku hanya terdiam, terpaku, bingung, apa yang terjadi didepanku.
 Selang 5 menit dari kejadian itu dokter datang dan meminta kami sekeluarga berkumpul. Aku yang pada waktu itu hanya seorang anak kecil yang tak tahu apa-apa hanya bisa terdiam dipelukan mama yang menangis sambil memegang tangan ayah. Tangan ayah dingin, tubuhnya kaku. Tak berapa lama ayah berbisik sesuatu tak jelas, lalu mengambil nafas panjang. Dokter menghampiri mama dan berkata “innalillahi wa inna ilaihi ro jiun.  Serangan jantungnya tak dapat ditolong lagi. ikhlaskan, abang baru saja pergi.” Mendengar parkataan dokter mama langsung melepaskanku lalu memeluk ayah. Abang menangis sambil merangkulku. Aku? Aku hanya diam, bingung dengan apa yang terjadi. Dan sekarang aku tersadar, itu 7 menit paling mengerikan dalam hidupku.
Aku tidak menyesali  kematian ayah,aku juga tidak marah karena kurang mendapat kasih sayang dari ayah. Yang aku sesalkan dan tak bisa kumaafkan adalah kenapa pada hari itu tak satu tetes pun air mataku mengalir. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar